Berdamai dengan sesama

Matius 5:23-24

(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,
(24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.


Saat ini kita telah memasuki hari ke 14 di tahun 2010, sungguh tidak terasa kita telah menempuh waktu 2 minggu dalam tahun ini. Kita semua dalam memasuki tahun yang baru memiliki komitmen dan janji pribadi dalam menempuh tahun yang baru. Terlebih komitmen itu berkaitan dengan perbaikan dalam hidup kita agar hidup kita memiliki kualitas yang lebih baik. Ada yang berjanji supaya mempunyai kehidupan doa yang lebih tekun, membaca alkitab dengan lebih teratur, lebih giat dalam persekutuan, atau mungkin akan bekerja lebih giat agar tercapai segala cita-cita yang kita inginkan.

Semua hal tersebut adalah wajar dan sangat perlu kita lakukan supaya kita mempunyai kualitas Spritulitas Kristen yang lebih baik dari hari-hari kemarin. Akan tetapi pernahkah kita berpikir atau mungkin berkeinginan sebelum kita menjalani semua komitmen kita tersebut, kita ingin berdamai dengan orang-orang yang mungkin telah menyakiti hati kita, menyinggung perasaan kita, membenci kita , orang-orang yang telah kita sakiti, orang-orang yang kita benci atau bahkan musuh kita. Jadi sebelum kita berkomitmen untuk meningkatkan kualitas Spiritulitas Kristen kita, sudahkah kita berpikir agar kita bisa rujuk atau damai dengan orang-orang yang membenci ataupun yang kita benci?
Dalam Teks Matius 5:23-24, Kristus mengajarkan kita, ketika kita mempersembahkan persembahan diatas mezbah, yang bisa berarti ketika kita sedang berelasi atau berhubungan dengan Tuhan, kita diperintahkan untuk berdamai dulu. Kita tidak diperintahkan untuk mencari siapa yang benar ataupun siapa yang salah, kita tidak diperintahkan menunda sampai nanti, kita tidak diperintahkan mengaminkan dulu doa kita. Tetapi kita harus segera berdamai. Kita harus segera rujuk kembali dengan sesame kita.

Kita tahu bahwa sebelum kita memulai segala sesuatu, Tuhan inginkan kita untuk memulainya dengan doa, karena sebagai orang percaya kita percaya, doa adalah kekuatan hidup kita. Dalam Teks tersebut kita belajar bagaimana Tuhan Yesus mengajarkan kita, ternyata damai dengan sesama mempunyai tempat yang sangat penting dalam relasi kita dengan Allah dan sesama kita. Bahkan ketika kita sedang berinteraksi dengan-Nya dan kita sedang ada masalah dengan sesama kita, kita diperintahkan untuk berdamai dulu.
Mengapa harus berdamai? Sebab Allah adalah Damai , Allah adalah Shalom, Allah telah mendamaikan hubungan manusia dengan-Nya yang rusak karena dosa kita melalui penebusan Yesus. Allah mau berdamai karena Allah adalah sumber Damai. Allah tidak menginginkan kita mempunyai kebencian dengan sesama kita.
Terasa berat memang ketika permusuhan ataupun mungkin kebencian kita, nampaknya sudah mendarah daging, sehingga terasa berat ketika harus berdamai ataupun rujuk dengan sesama kita. Tetapi Tuhan inginkan hal tersebut, bahkan dalam situasi kita berdoa harus segera kita tinggalkan untuk berdamai dengan musuh kita.
Mengapa rujuk kembali atau damai menjadi sesuatu yang sangat mendesak? Mengapa Yesus menjadi sebegitu yakin? Seperti yang telah saya jelaskan diatas karena Allah adalah damai. Mencari Allah dan mencari damai adalah dua hal yang seiring sejalan. Itulah sebabnya mengapa kemudian Injil mengundang kita untuk mengutamakan rujuk kembali (rekonsiliasi). Kristus memanggil kita untuk membulatkan tekad dan bergumul dengan hati yang diperdamaikan.
Agar kita dapat melangkah maju menuju rujuk kembali (rekonsiliasi), sangat berguna sekali jika kita tidak memulai untuk berpikir bahwa sekarang adalah giliran saudaraku yang harus melangkah terlebih dahulu. Yesus tidak berkata: “Coba cari terlebih dahulu siapa yang salah dan siapa yang benar”. Dia berkata: “Pergilah sekarang dan berdamailah!.” Demikianlah Allah berkarya dalam diri kita. Tanpa memandang bagaimana keadaan kita, Allah pertama-tama datang untuk menjumpai kita. Alalh menyapa dan menjumpai kita tanpa melihat seberapa hinanya kita. Allah dengan kerendahan hati mau menyapa dan berdamai dengan kita.
Mari kita sama-sama melangkah, mari kita sama-sama mempunyai komitmen agar kita mempunyai kehidupan Spiritulitas Kristen yang lebih baik, tetapi sudahkan kita mampu berdamai dengan sesama kita bahkan dengan musuh kita sekalipun. Allah yang adalah sumber damai mau menyapa kita, mari kita sama-sama bisa rujuk kembali dengan sesama saat ini juga, sehingga ketika kita melangkah dalam hidup kita, kita adalah orang-orang Pembawa Damai, Orang-orang Pembawa Shalom.
Tuhan memberkati

ziarah Sabda

Ziarah bisa bermakna sebagi suatu perjalanan atau pencarian. Sabda adalah Firman Allah atau Sabda Allah yang hadir di bumi yang fana ini. Jadi secara harafiah Ziarah Sabda adalah sebuah perjalanan atau pencarian untuk mencari Firman Allah atau Sabda Allah. Pencarian atau Peziarahan untuk mencari Sabda ini bisa dan banyak dilakukan melalui berbagai cara atau ragam.

Ketika sorang Kristiani ditanya, dimanakah engkau bisa menemukan Sabda Allah? seorang Kristiani akan berkata, dalam Alkitab. Seorang Muslim, tentu akan berkata, dalam Al-Quran. Begitu pula dengan pengikut agama lain, mereka akan menyebut Teks Suci dari agama mereka, ketika diajukan pertanyaan dimana mereka bisa menemukan Sabda Tuhan.

Apakah hal tersebut benar? sebagai seorang penganut agama, tentunya saya akan menjawab Benar. Dan Betul. Tapi bukankah sang Kristen akan membenarkan sabdanya, atau sang muslim atau sang budha atau sang Hindhu juga akan membenarkan sabdanya sendiri melalui Teks Suci-Nya masing-masing.
Sang Arif Bijaksana berkata " temukan Sabda Suci-Nya dalam hati, pikiran dan segenap tindakanmu yang mampu memanusiakan sesamamu manusia ".

Teks Suci mampu dan sanggup menuntun kita dalam pencarian akan Sabda Suci-Nya, tetapi Teks Suci juga bisa menuntun kita dalam menegakkan Kebenaran Absurd.
Lalu jika Kebenaran Absurd yang bisa kita jumpai, mengapa ada Teks Suci? Teks Suci tersebut seharusnya mampu menuntun manusia melihat realita secara obyektif, Teks Suci seharusnya mampu menjadikan manusia lebih manusiawi dalam menghargai hidup, Teks Suci juga seharusnya mampu menuntun manusia siapa manusia itu sebenarnya.
Tuhan atau apapun sebutannya tidak ingin manusia menjadikan Teks Suci itu sebagai tuhannya manusia. Teks Suci hanyalah sebagai sarana untuk menuntun manusia itu bisa menghargai kehidupan dan menemukan Sabda Suci-Nya.

Pencarian manusia untuk menemukan Sabda Suci tidak akan pernah berakhir, sebelum manusia tersebut berakhir.

Tuhan Memberkati

Iman dan Perbuatan

IMAN DAN PERBUATAN

Markus 7:24-37

Si A yang pandai bernyanyi tidak akan bisa dikenal atau diketahui oleh orang banyak, jika tidak pernah tampil di acara menyanyi baik skala besar ataupun kecil. Ketika orang itu merasa bisa menyanyi dan merasa suaranya bagus, akan tetapi tidak mau untuk mengikuti lomba menyanyi atau menyanyi di acara-acara musik. Dia merasa bahwa cukup dia saja yang menikmati suaranya sendiri, jadi orang lain tidak perlu. Sementara si B mau untuk memperdengarkan suara indahnya untuk dinikmati oleh orang lain, sehingga orang lain tahu kalau dia mempunyai suara yang indah. Dari hal tersebut tentunya orang akan mempercayai si B kalau bisa menyanyi daripada percaya kepada si A.

Orang yang merasa bisa menyanyi tersebut bagaikan orang yang mempunyai iman, tapi mengabaikan perbuatan. Dia merasa cukup dengan iman saja tanpa perbuatan. Padahal dalam Yakobus 2:17 dikatakan iman tanpa perbuatan adalah mati. Jika minggu kemarin kita belajar tentang spiritualitas yang benar, bahwa tidak ada pemisahan hal yang rohani dan jasmani, dimana hal tersebut saling terkait dan satu kesatuan. Begitu pula dengan iman dan perbuatan meruapakan rangkaian yang tidak bisa dipisahkan.

Sore hari ini kita mau belajar dari wanita yunani siro fenisia, dimana dia mempunyai iman yang benar, yaitu iman dengan perbuatan. Seperti apa iman wanita tersebut?

1. iman yang benar adalah bersedia untuk merendahkan diri.

Wanita yunani tersebut tahu ketika dia berusaha untuk menemui Yesus, dia akan menemui seorang nabi yang besar dan sangat popular. Padahal dia adalah seorang wanita, rakyat jelata dan bukan siapa-siapa. Di teks yang telah kita baca tadi, Tuhan yesus sedang tidak ingin diganggu. Tapi perempuan itu nekat untuk menemui Tuhan Yesus bahkan berteriak-teriak kepada Tuhan Yesus (dalam Matius 15:22,23). Tuhan Yesus menolaknya bahkan penolakan Yesus sebenarnya sangat menyakitkan hati, yaitu wanita itu dikiaskan dengan seekor anjing. Namun wanita itu tidak menaruh keberatan, bahkan mengiyakan dan semakin memunculkan keberaniannya. Karena iman juga ia tersungjur di kaki Yesus. Sperti anjing yang menunggu remah-remah.

Orang yang mempunyai iman seharusnya juga mampu dalan perbuatannya merendahkan dirinya.

- Ketika kita bersosialisasi sering yang namanya terjadi gesekan, akan tetapi cenderung kita untuk menanggapinya dengan panas hati. Baru diejek sedikit saja, tensi kita sudah naik. Yang keluar biasanya kata-kata titenono… merendahkan diri sungguh suatu hal yang tidak mudah.

- Bapak-ibu bisa bayangkan ketika akan meminta bantuan kepada pembesar atau pejabat atau orang terkenal, tapi bapak ibu dilecehkan bahkan disamakan dengan anjing.

- Dilecehkan atau dihina pasti marah, apalagi kalau punya posisi. Cah lagi wingi sore kok meh macem-macem

Wanita itu bisa merendahkan diri karena mempunyai iman yang benar dan mampu mewujudkannya dalam perbuatan.

2. iman yang benar adalah memperhatikan orang lain dengan kasih.

Pengorbanan wanita yunani tersebut adalah bukan untuk dirinya sendiri, akan tetapi demi kesembuhan anaknya yang dikasihaninya. Wanita tersebut rela untuk mengorbankan dirinya, walaupun sampai merendahkan dirinya. Iman yang benar adalah iman yang mampu memperhatikan orang lain dengan penuh kasih (kalau kita lihat dalam Yakobus 2, ditegaskan bahwa iman yang benar adalah iman yang mampu mengasihani orang lain) semangat mau berkorban untuk orang lain harus mampu kita wujudkan dalam perbuatan kita. Di tengah dunia yang penuh dengan budaya egoisme, rasanya semangat untuk memperhatikan orang lain dengan penuh kasih sudah semakin pudar. Orang-orang cenderung lebih memperhatikan dirinya sendiri, tidak perduli dengan orang lain. Orang di sekitar kita mau jungkir balik itu hak mereka, nanti kalai kita cawe-cawe malah bikin kita repot. Hari ini kita belajar dari wanita yunani, bahwa kita juga perlu memperhatikan orang lain penuh dengan kasih.

3. iman yang benar adalah sabar menantikan jawaban dari Tuhan

Saya yakin dan percaya setiap kita yang hadir disini mempunyai pergumulan dan permasalahan sendiri-sendiri, baik itu yang berat dan ataupun ringan. Dan saya juga yakin setiap pergumulan kita juga telah kita serahkan pada Tuhan. Di tengah penantian jawaban setiap masalah ataupun pergumulan kita, tentunya ada yang lancar sesuai harapan kita tetapi juga ada yang tidak kunjung mendapatkan jawaban. Di tengah penantian kita tersebut banyak hal yang bisa terjadi baik yang positif ataupun yang negatif. Wanita yunani tersebut di tengah harapannya menanti jawaban dari Yesus dengan sabar menanti, walaupun dia harus dihina. Tuhan sedang ingin menguji sampai dimana iman wanita tersebut, dan akhirnya wanita tersebut lulus ujian tersebut. Ada harga yang harus kita bayar jika kita menanti jawaban dari Tuhan, jika kita lulus ujian tersebut, maka niscaya hubungan kita dengan Tuhan akan semakin terjalin dengan indah.

Iman yang benar tidak bisa dilepaskan dari perbuatan kita, itu merupakan satu kesatuan. Sore ini kita belajar dari wanita Yunani siro-fenisia bagaimana aplikasi iman dalam kehidupan kita, dimana kita harus mau untuk merendahkan diri, kita harus mampu memperhatikan orang-orang lemah di sekitar kita dan kita dengan sabar selalu menanti jawaban dari Tuhan setiap masalah dan pergumulan yang sedang kita hadapi. Seperti seorang penyanyi dengan suara yang indah yang bisa didengar dan dinikmati orang lain, begitu pula dengan iman kita yang mampu dilihat dan dinikmati oleh orang lain.

Tuhan memberkati